Ini sebuah kisah yang diceritakan oleh seorang ikhwah. Tentang bagaimana dinamika seorang ikhwan mencari jodoh. Murabbinya sempat mengira ikhwan ini pilih-pilih akhwat karena dari sekian data yang diberikan kepadanya tidak ada yang cocok. Satupun.
Kisah dimulai saat seorang ikhwan hendak menikah. Ia meminta dicarikan oleh murabbinya. Sang murabbi, tentu saja menyambut permintaan itu dengan senang hati.
“Ini data akhwat, akhi. Silahkan dipelajari dan kalau sudah, segera kemukakan bagaimana tanggapan antum,” kata sang murabbi sembari menyerahkan sebuah data.
Beberapa hari kemudian, ikhwan tersebut datang kembali. “Afwan ustadz, akhwat ini nggak cocok sama saya.”
Mendapati tanggapan itu, sang murabbi memberikan data akhwat lainnya. “Ini ada data akhwat lain. Barangkali cocok dengan antum.”
“Afwan Ustadz, ini juga tidak cocok,” jawabnya, beberapa hari kemudian.
Karena beberapa data tidak cocok, sang murabbi mengira ikhwan ini pilih-pilih akhwat. Maka ia pun mengambil langkah manuver. Ia mengeluarkan semua data yang ada di rumahnya.
“Akhi, ini data-data yang sudah dititipkan ke saya. Silahkan antum buka di sini dan pilih mana yang cocok dengan antum.”
Satu per satu amplop-amplop ukuran folio itu dibuka. Dibacanya nama-nama yang tercantum di sana berikut fotonya. Rupanya tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan membaca semua data itu.
“Cepet banget antum bacanya?”
“Iya Ustadz. Saya hanya membaca nama dan melihat fotonya.”
“O... antum tidak membaca visi pernikahan mereka dan kelebihan serta pengalaman dakwah mereka?”
“Engga Ustadz, biar cepat,” jawabnya sembari meringis.
“Lalu, mana yang cocok dengan antum?”
“Afwan ustadz, nggak ada yang cocok. Ternyata dia belum mengumpulkan data.”
“???”
Rupanya perkiraan Ustadz tersebut tidak tepat. Mad’u-nya bukanlah pilih-pilih akhwat melainkan mengincar akhwat tertentu.
***
Apakah tidak boleh mengincar akhwat tertentu? Tentu saja boleh. Sebab di zaman sahabat juga ada yang langsung melamar kepada orangtuanya.
Namun, jika memang sedari awal mengincar akhwat tertentu, lebih baik langsung menyampaikannya kepada murabbi. Tidak minta dicarikan. Sehingga prosesnya lebih efektif atau mungkin akan ada pertimbangan dan diskusi. Sebab, memilih calon istri tidak cukup hanya dengan memandang satu sisi, khususnya kecantikan.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat hal; hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya, Maka pilihlah karena faktor agama niscaya engkau beruntung” (HR. Al Bukhari)
Rasulullah juga menganjurkan untuk menikahi wanita yang setara atau sekufu dengannya.
تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ
“Pandai-pandailah memilih untuk tempat seperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara, dan nikahkanlah mereka.” (HR. Sunan Ibnu Majah)
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbiyah.net]
0 komentar:
Posting Komentar