Di luar dugaan Burhanuddin Muhtadi dan Indikator Politik Indonesia yang dipimpinnya, Anies-Sandi menenangkan Pilkada DKI Jakarta dengan selisih sangat besar dibandingkan Ahok-Djarot. Bahkan, di puluhan kelurahan, Ahok-Djarot yang semula unggul pada putaran pertama menjadi kalah pada putaran kedua.
Mengapa bisa terjadi demikian? Menurut Burhanuddin Muhtadi, terjadi hal luar biasa pada 5 hari menjelang Pilkada.
“Ada kemungkinan terjadi hal luar biasa pada 5 hari jelang pilkada. Indikasinya: menurut data dari sampel 30 kelurahan di mana Ahok unggul putaran pertama tapi kalah putaran kedua rata-rata kenaikan suara Anies dari pemilih baru (yang tidak nyoblos putaran pertama) sebesar 5,8%,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu setelah mengungkapkan bahwa sebelum minggu tenang elektabilitas Anies-Sandi unggul sangat tipis atas Ahok-Djarot.
“Jadi dengan asumsi seluruh pemilih Agus dan Anies putaran pertama datang dan milih Anies di putaran kedua, suara paslon tiga masih ditambah 5,8%. Faktanya, tidak semua pemilih Agus nyoblos Anies di putaran kedua,” lanjutnya.
“Artinya new voters buat Anies lebih dari 5,8%. Di saat yang sama partisipasi pemilih Ahok turun di putaran kedua.”
Apa hal luar biasa yang dimaksud oleh Burhanuddin Muhtadi itu? Secara singkat ia menyebutkan ada dua hal yang menurutnya luar biasa.
“Intinya ada mobilisasi luar biasa yang membuat suara paslo 3 membengkak. Dan ada kejadian signifikan yang membuat kantong-kantong pemilih Tionghoa dan pemilih muslim pendukung Ahok yang melemah sepanjang minggu tenang,” pungkasnya.
Seperti diketahui, rekapitulasi Model C1 oleh KPUD DKI Jakarta menunjukkan Anies-Sandi memenangi Pilkada DKI Jakarta dengan 3.240.379 suara (57,95%) sedangkan Ahok-Djarot hanya mendapatkan 2.351.438 suara (42,05%). [Ibnu K/Tarbiyah.net]
0 komentar:
Posting Komentar